SEARCHING THIS BLOGGER

Senin, 28 Juni 2010

Pro-kontra Video mesum Luna – Ariel Dalam Perspektif Komunikasi

Hai sobat,, dulur-dulur sadayana. Please baca lagi catatan yang saya tag di media jejaring facebook kali ini. Ini bukan lanjutan dari diskursus psikografi agama selanjutnya, melainkan ini hanyalah sebuah analisis media dari kisruh pemberitaan yang hangat akhir-akhir ini. Apa lagi kalau bukan video mesum Luna-Ariel-Cut Tari. Saya terinspirasi untuk melakukan analisis media ini bukan karena sudah mampu mengkritisi pemberitaan media, tapi saya mencoba mengaplikasikan pengetahuan yang saya baca mengenai Analisis Wacana dalam buku Eriyanto. So, baca dan kritisi kesalahan saya ok.. untuk peningkatan prestasi donks!!!

Sudah dua minggu terakhir ini, bnagsa Indonesia menyaksikan sandiwara cinta yang terjadi antara Luna Maya dengan Ariel sang pentolan grup Band Peter Pan yang konon menurut kabarnya kini telah berganti nama. Sandiwara ini saya katakan sebagai bagian dari komunikasi public mereka sebagai entertainer. Mengapa saya katakan komunikasi public…? Sebab dengan kejadian ini setidaknya akan semakin meningkatkan, mempengaruhi, meyakinkan, memberi informasi atau bahkan menjadi penghibur dari popularitas yang selama ini telah mereka genggam, walaupun mungkin dengan cara yang tidak manusiawi. Wallahu a’lam. Yang jelas, sebelum semuanya terbukti kita gunakan asas hukum praduga tak bersalah…. Sepakat?

Namun, dalam kesempatan kali ini, saya mencoba mengkritisi hingar bingar merebaknya video mesum mereka dalam perspektif komunikasi. Terlepas dari apakah saya setuju dengan video tersebut ataukah tidak… ya kita lihat diskursus di bawah ini..

Dalam buku analisis media, karangan Eriyanto, dapat saya katakan bahwa apa saja yang terjadi pada ketiga artis papan atas tersebut yang semula dimaksudkan untuk memberitakan aib mereka, ternyata malah sebaliknya. Apa yang mereka lakukan justeru akan semakin meningkatkan popularitas mereka dalam dunia entertainment. Analisis yang saya gunakan kalia ini ialah dengan meminjam teori Discourses analysis dari Antonio Gramsci. Dalam teori tersebut di katakan bahwasanya ketika sebuah media memberitakan seorang subjek dengan latar belakang peristiwa yang terjadi pada subjek tersebut, dan lantas apa-apa yang media beritakan semakin gencar dilakukan, maka subjek yang semula diabaikan akan menimbulkjan efek penasaran bagi para komunikan yang menerima pesan dari media tersebut. Alhasil, popularitas dari subjek yang diberitakan akan semakin mencuat jauh ke permukaan. Begitu juga, ketika media memberitakan dengan bahasa yang berbeda yang lebih manusiawi dari pada yang semestinya dilakukan dengan bersandar pada fakta yang terjadi. Maka, Sesuatu yang seharusnya dianggap hina dina oleh komunikan, karena dikemas dengan bahasa yang lebih halus, maka hasilnya, sesuatu yang seharusnya hina itu malah menjadi suatu keprihatinan. Alhasil, si pelaku yang seharusnya menjadi sorotan utama malah dijadikan sebagai korban. Layakkah?

Begitulah secara sederhana teori discourses analysis menurut Gramsci. Dalam teori ini pun kiranya Gramsci menunjukkan kepada kita bagaimana peran media dalam memberitakan suatu peristiwa atau fakta. Gramsci memasukan berbagai pelengkap untuk melakukan analysis terhadap pemberitaan yang terjadi. Semisal, ia menggunakan pendekatakan studi kebahasaan yang lazim di kenal dengan Linguistic analysis, dimana dengan balutan bahasa yang halus, suatu pemberitaan yang semula bermakna kasar dan hina menjadi tereduksi dengan balutan kata-kata yang indah. Kemudian, Gramsci juga tak lupa menggunakan pendekatan kontrukivisme yang mana ia mencoba menganalisis peran media dalam membangun image seseorang. Apa kepentingan media di balik pemberitaan yang ada. begitulah!!

Media mencoba membangun sebuah ideologi atau bahkan menyebarkan ideologinya kepada para komunikan yang menjadi sasaran pemberitaan media itu sendiri. Artinya, dengan menggunakan teori Gramsci ini, kita bisa mengatakan bahwasanya sebuah media ketika melakukan suatu pemberitaan tidak pernah terlepas dari suatu kepentingan semata. Apa kepentingan media memberitakan video mesum Luna dan Ariel ? dari sinilah perlu kiranya kita mengkritisi upaya manipulasi suatu media terhadap pemberitaan yang ada atau mungkin upaya mereduksi makna dari media terhadap fakta yang berlaku.

Kini, saya mencoba mengkorelasikan kisruh video mesum Luna –Ariel – Cut Tari dengan pendekatan teori wacana Gramsci. Saya merasa heran ketika suatu media di salah satu stasiun televisi yang memberitakan kisruh video tersebut dengan cara membandingkan Perilaku Ariel dengan berbagai tokoh dunia barat yang melakukan hal serupa. Semisal, Tiger woods pegolf dunia nomor wahid yang juga mempunyai kasus serupa, kemudian mantan Presiden Amerika yang pernah tertangkap basah berselingkuh dengan sekretarisnya. Dan banyak lagi. Analisis saya seperti ini, ketika media mengatakan bahwa, kasus serupa terjadi juga pada tokoh papan atas dunia dan akhirnya mereka mau berbesar hati dengan mengakui segala kesalahan, dan mengakhiri pemberitaan dengan ucapan”mengapa Ariel tidak demikian?” ini menjadi semacam signal dalam melegalkan perzinaan atau hubungan pra nikah. Artinya, siapa pun boleh melakukan hubungan pra nikah asal ia berani mengakui jika pada akhirnya perbuatan yang ia lakukan diketahui oleh orang lain dan menjadi konsumsi publik. Bayangkan! Selain itu, perbandingan yang media lakukan dengan tokoh papan atas dunia yang kebanyakan berasal dari dunia barat, menjadi kurang tepat. Sebab kultur hubungan seks di luar nikah di dunia barat sendiri sudah menjadi perbuatan yang lumrah dilakukan. Beda halnya di dunia timur yang belum bisa melegalkan hubungan seperti itu secara terang-terangan. Artinya, terlepas dari apakah perbuatan Ariel dkk, menyalahi budaya timur atau, tapi hampir sebagian besar orang Indonesia melegalkan perbuatan tersebut. Buktinya dalam jangka waktu yang relatif singkat sekitar satu minggu, video tersebut telah tersebar dan terbukti banyak sekali yang meng-unggah. Di sini, peran media juga mendukung penyebaran video tersebut. Ketika semakin gencarnya pemberitaan video mesum tersebut hampir di seluruh stasiun televisi dan berbagai media cetak, mengakibatkan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penyebaran video tersebut. Maksudnya gini, ketika media banyak memberitakan otomatis hal semacam itu menimbulkan efek penasaran bagi para komunikan yang menyaksikan atau menerima message dari komunikator atau si penyampai pesan. Alhasil, mereka pun semakin berani mengunggah video tersebut dari berbagai media. Terlebih dari media internet yang otomatis mempunyai cakupan tanpa batas. Terlepas dari motif yang mereka gunakan dalam mengunggah video tersebut. Apakah hanya untuk edukasi, untuk memuaskan kepenasarannya, untuk alat analisis media, atau mungkin memang sudah terbiasa? Wallahu a’lam. Begitu juga dengan saya, mempunyai motif tersendiri.... hehehe.

Lantas, sekarang apa yang harus kita lakukan?

Pertama, konfirmasi dan selidiki secara empirik dan rasional terhadap pemberitaan yang ada. supaya tidak terjadi kesimpangsiuran ataupun penyimpangan media terhadap pemberitaan yang terjadi. Kedua, perlu kiranya kita melakukan analisis kritis jangan sampai kita beranggapan salah terhadap pemberitaan yang berlaku tanpa ada bukti yang real. Artinya, sejalan dengan asas penetapan hukum di Indonesia, perlulah kita menggunakan asas praduga tak bersalah. Ketiga, peran media juga harus optimal dalam menyampaikan pesan yang seharusnya disampaikan. Jangan ada upaya reduksi makna baik dari wacana kebahasaan (semiologi dan semantik), dari ideologi komunikator (teori subjek-objek), ataupun dari upaya kontruks opini yang berlaku. Keempat, usahakan anda bisa mnegnadlikan nafsu liar anda bagi anda yang tak tahan dengan video semacam ini, ingat secara psikologis video tersebut akan mempengaruhi pada kondisi intrapersonal anda. Saya takut anda tertekan setelah menyaksikannya. Perbanyaklah istighfar dan berpuasa sebagai rekomendasi dari Rosul bagi para pemuda lajang dan pengangguran yang tak tahan. Atau tips terakhir saya sarankan anda nikah saja, kan lebih halal. Dan terakhir, jangan mempercayai pemberitaan media sebelum kita mampu menganalisis pesan yang ada melalui perenungan optimal diri kita...

Renungkan, hehehe...Wassalam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar