Hari ini, Umat Islam tak bisa menampakan keganasannya, tak bisa menampakan keislamannya, dan yang paling mengkhawatirkan Umat Islam tak tahu arah hidupnya, sungguh ironis. Islam adalah agama yang damai, agama yang sempurna dan penyempurna ajaran-ajaran sebelumnya. Umat Islam begitu kaya dan beruntung mempunyai sebuah pedoman hidup yang berlaku tidak hanya untuk dirinya, tapi juga berlaku kapanpun dan dimanapun, dalam keadaan apapun dan bagi siapapun, itulah Al-qur’an dan sunnah. Bukankah Rosul pernah mengatakan bahwa jikalau kita senantiasa berpegang kepada keduanya, niscaya kita pun tak akan pernah sesat selama-lamanya. Sungguh indah ucapkan yang Rosul lontarkan kepada kita. Ini menunjukan bahwasanya konsepsi Umat Islam di dunia ini begitu kuat, begitu nyata, dan senantiasa bisa menunjukan relevansi di kehidupan nyata.
Islam adalah rahmat, rahmat untuk siapa? Rahmat yang berlaku universal untuk semua golongan. Kehadirannya akan senantiasa memberikan suatu kenyamanan, ketenteraman dan ketenangan baik secara lahiriah maupun jasmaniah. Namun, sayangnya dengan berbagai keunggulan yang dimilikinya, Umat Islam seolah hanya bisa terdiam, hanya bisa membaca tanpa dipahami dan hanya bisa menjadi penonton di tengah perkembangan zaman yang semakin mencuat ini. Apa yang salah dengan kita sebagai umat-Nya? Tak ada yang salah sebenarnya, hanya saja kita sebagai Umat Islam belum mampu menampakan dimensi kerisalahan dan kerahmatan yang dimiliki oleh Islam. Sekarang, seolah konsepsi yang ada dalam islam belum bisa kita aktualisasikan di kehidupan nyata. kita hanya menjadikan konsepsi tersebut hanya sebagai bacaan saja bahkan mungkin hanya dijadikan pajangan saja. Padahal, begitu banyak redaksi Al-qur’an yang senantiasa memerintahkan kita untuk membaca, memahami, mengahayati dan kemudian mengamalkan semua konsepsi yang tertera dalam Al-qur’an dan Sunnah. Jikalau hal tersebut kita lakukan, alhasil islam sebagai rahmat universal itu bukan hanya sekedar tataran wacana tapi akan terwujud.
Di tengah dunia yang semakin menggeliat ini, yang konon katanya adalah dunia global, zaman modern dan globalisasi, Umat Islam seolah tersudutkan (baca : tak bisa menghadapi tantangan yang ada). Apakah kita mau tersisihkan dari perkembangan zaman yang terjadi? Tentu jawabannya tidak. Kemudian apa yang harus kita lakukan? Hanya satu yang harus kita lakukan yakni realisasikan konsepsi islam sebagai rahmat yang universal.
Perangi kebodohan
Apa yang salah dengan kita (baca : Umat Islam) ? secara argumentat, Umat Islam melalui Al-qur’an ataupun Sunnah lebih dulu tahu perihal kehidupan yang ada. Namun, secara realitas dalil yang ada belum bisa di realisasikan. Kita tahu kebodohan itu adalah kebinasaan, tapi kenapa malah kebodohan terus-menerus merajalela. Kita tahu kesehatan itu indah tapi kenapa sampah masih menumpuk dimana-mana. Kita pun tahu bahwa kejahatan adalah dosa, tapi kenapa setiap tahunnya kejahatan semakin merajalela. Padahal, seperti yang telah kita ketahui bahwa kita kuat secara konsepsi tapi lemah dalam tataran praktisnya.
Problematika yang kemudian muncul di kalangan Umat Islam pertama ialah masalah kebodohan. Kebodohan seolah menjadi momok yang menakutkan bagi Umat Islam. Bagaimana mungkin islam akan menajdi rahmat universal bilamana para pelakunya masih berada dalam belennggu kebodohan. Padahal, sebagai makhluknya kita telah diberi potensi yang sempurna untuk memahami kehidupan ini. Potensi akal yang telah Allah berikan kepada kita seolah tak pernah sedikitpun kita pergunakan secara maksimal. Terlebih kita sebagai Umat Islam, kita ketahui bersama bahwasanya hal yang pertama kali Allah perintah kepada Nabi Muhammad adalah membaca (Q.S Al-Alaq : 1), membaca kehidupn ini. Setidaknya, perintah tersebut menunjukan kepada kita sebagai uamt islam untuk senantiasa menggunakan potensi akal itu dengan sebaik-baiknya. Di tambah dengan berbagai redaksi ayat Al-qur’an yang memerintahkan kita untuk berfikir. Hal inilah yang menjadi problematika dakwah bagi seorang da’i di tengah tantangan zaman yang ada. Perangi kebodohan dengan senantiasa memberikan sebuah pengajaran yang nyata. Kalau saja kita mau bersama-sama menyadari bahayanya kebodohan itu, maka kita pun akan siap memeranginya, bagaimanapun caranya. Jamahlah aspek intelektualitas untuk memerangi kebodohan.
Berantas Kemiskinan
Ada tiga aspek yang kita pahami dari islam, yakni aspek ritualitas, aspek intelektualitas, dan aspek sosial. Di pandang dari segi ritualnya, Umat Islam setidaknya telah memahami berbagai perintah atau ajaran yang harus mereka lakukan. Namun, sayangnya kita hanya berkutat pada aspek ritual saja, tanpa mau mengepakan sayap menjamah aspek intelektualitas dan sosial. Ritual-ritual keagamaan yang kita lakukan hanya sekedar ritual saja tanpa ada efek yang nyata di kehidupan kita.
Kebodohan dekat dengan kemiskinan, begitulah kata para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang ada. Dengan merebaknya kebodohan di tubuh Umat Islam, maka dengan sendirinya kita pun telah meningkatkan kemiskinan yang ada. Renungkan diri anda, Umat Islam mempunyai problem yang kompleks. Mayoritas Umat Islam dari segi tataran hidupnya berada di bawah garis kemiskinan, realitas menunjukan demikian. Mengapa bisa terjadi? Hal ini karena aspek sosial yang ada di tubuh islam cenderung kurang terjamah oleh siapapun. Sisitem kapitalis yang di usung dunia barat mempunyai dampak yang berarti bagi kita. Realitas menunjukan bahwa tidak ada kepedulian dari kaum agnia terhadap kaum dhu’afa. Mereka sibuk mengatur urusan mereka sendiri tanpa mau memperhatikan kebutuhan orang di sekitarnya. Walhasil, kemiskinan semakin kompleks terjadi di kalangan Umat Islam. Inilah problematika dakwah kedua kita hari ini. Kita jangan saja memandang islam dari ritualnya saja, tapi jamahlah aspek intelektual dan terlebih aspek sosialnya. Jika kita mampu demikian, maka setidaknya kemiskinan yang ada bisa berkurang secara bertahap dan terus-menerus.
Rebut Tantangan zaman
Identitas Umat Islam saat ini telah hilang. Di tengah modernisasi ke arah zaman yang global, Umat Islam tidak bisa mempertahankan identitas yang telah ada sejak dulu. Saat ini, seolah uamt islam terbuai dengan kenikmatan dunia yang fana. Bagaimana tidak, gaya hidup yang salah telah nyata di kalangan kita. Di tambah, secara intelektual kita belum mampu menghadapi perkembangan zaman yang ada, karena keterbatasan yang kita miliki secara ilmu dan secara amal. Hal yang harus kita lakukan sekarang ialah merebut tantangan zaman yang tengah berkembang saat ini. Ketertutupan yang msih melekat dalam diri kita seolah menjadi sebuah benalu yang menghalangi kita. Padahal konteks rahmatan lil alamin yang harus kita pahami juga ialah bahwa akan senantisa sejalan dengan perkembangan yang ada. Sebagaimana nasihat Ali bin Abi Thalib, ia mengatakan bahwa :”siapa yang merasa aman menghadapi zaman, zaman akan menipunya. Siapa yang tinggi hatinya menghadapi zaman, zaman akan menipunya. Dan siapa yang bersandar pada tanda-tanda zaman, maka ia akan menyelamatkannya”. Ini berarti kita harus mampu menghadapi bahkan merebut kondisi zaman yang ada, sehingga akhirnya kita pun akan mampu mewujudkan islam sebagai rahmat yang universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar