SEARCHING THIS BLOGGER

Senin, 27 Juni 2011

Menegur TUhan oleh Ridwan Sangkakala

hari ini, aku merasakan belaian tangan-Nya. perlahan, sukma ini terpenuhi setelah lama diterkam kehausan yang mendalam. aku mulai sadar. hidup bukan sekedar merasakan senang, lantas berakhir dengan susah. bukan pula merasakan kesulitan yang berakhir dengan kesenangan. aku tak percaya dengan ungkapan pasrah yang seringkali orang ucapkan bahwa hidup hanyalah sebuah roda berputar, kadang senang dan kadang susah.



aku amini bahwa DIa menjadikan kesulitan sebagai batu sandungan untuk mencapai kesenangan. aku yakini bahwa Dia jadikanku sebagai alat untuk tegaknya kedamaian di dunia ini. tapi, aku sadari titah TUhan tak semudah membalikkan telapak tangan untuk kulaksanakan. oh, Tuhan buat apa kau ciptakan amanah yang kuanggap kecil namun menyesakkan? untuk apa kau ciptakan manusia yang kau amanahi untuk menjaga kedamaian namun membuat kerusakkan? entahlah, kata orang ini Rahasia Tuhan, tapi bagiku itu sikap ego Tuhan. tak mau berbagi dengan makhluk-Nya tentang makna hidup ini.



mataku terperanjat, kulihat orang berlalu lalang demi mengejar kesemuan. mereka berlomba demi sebongkah kehidupan yang tertelan fana dunia. mereka tertikam tusukan tajam para punggawa bumi yang menakjubkan. tapi tak mengapa, sebab fitrah manusia yang Tuhan benamkan padanya adalah kerakusan dan kelalaian. wajar saja, bila manusia menyimpan harapan yang tak berkesudahan. bagaimanapun, keinginan dan harapan itu tak akan terpenuhi, sifat rakusnya telah terhunus dalam dan membekas dalam relung jiwa. parahnya, kini telah dijiwai.



oh, andai saja ada kesempatan untuk berbincang dengan Tuhan, akan kusampaikan pada-Nya bahwa aku lelah menanti janji-Nya. akan kukatakan dengan lantang :"hei Tuhan, kenapa kau ciptakan aku kalau sekedar untuk membuatku bingung. kau tak berikan kepastian, malah kau berikan akal dan hati untuk menafsir Titah-Mu. jelas, semua serba semu. bagiku titah-Mu adalah A, bagi manusia laknat yang lainnya titah-Mu adalah B. begitupun manusia lain dan lainnya. akankah titah-Mu kulaksankan sesuai keinginan-Mu?"



"Tuhan, maafkan aku jika aku lancang menggoda-Mu. sedikitpun aku tak kuasa untuk melawan kuasa-Mu. namun, tak ada salahnya bagiku untuk sampaikan aspirasi hidup para manusia laknat yang merasa terbebani dengan semua titah-Mu yang semu. aku tak mau hanya sekedar meyakini ke-"ada"-an-Mu tanpa mampu merasakan kehadiran-Mu dalam jiwaku. aku tak mau seperti manusia laknat lainnya, yang berbuat tapi tak sadar. menampilkan manisnya iman tapi lidahnya beku merasakan rasa manis itu. aku tak mau seperti manusia jahanam yang melakukan titah-Mu tanpa memahami makna perintah-Mu. aku tak mau hanya berbuat dengan kesadaran palsu dan keterpaksaan tanpa memahami apa makna sesungguhnya dari-Mu. dan aku tak mau sepertimu yang hanya memberikan perintah, tanpa mau menawarkan rahasia di balik titah-Mu. kau egois. aku lebih egois."



maka, mari Tuhan kita berbincang dalam sendu, dalam senang, dalam sedih, dalm bahagia, dalam derita, dalam sunyi, dalam diri, dan membaur menjadi sekitar agar kau mampu menjiwai ada-mu dalam hidupku.

matahari, matahati,matakaki oleh Ridwan Sangkakala

saat ini, realitas berkata lain. manusia di ujung kehancuran. mereka hanya terdiam, sibuk berfikir bagaiaman caranya aku bisa kaya? tak peduli orang berkata apa, terpentimng ambisi ku terpenuhi. orang lapara, aku berlalu lalang. orang sakit, aku tidur dengan ketenangan. orang bangkrut, aku tertawa dengan penuh kenikmatan. huh... aku bosan dengan hidupku.


sekedar berbagi, kusaksikan deru ombak di sore hari. mereka menyapaku. kemudian sedikit berbisik. "hei manusia, kapan kau akan sadar? segala daya atas titah-Nya telah kukerahkan, gelombang pasang yang begitu mencekam, hingga membinasakan kaummu telah aku lakukan. tapi kenapa kau tak sadar? kau tak peduli dengan hidupmu, dan terlebih kau tak sedikitpun bertanya padamu, siap DIRINya?" yah, memang begitulah takdirmu... hanya mengejar matahari yang sementara dan sedikitpun kau tak mampu untuk menggapainya.. bodoh kau...

kesadaran, yah... susah bagiku untuk sadar berfikir siapa diriku? bahkan aku pun tak sadar dimana aku hidup. kini, aku hanya berfikir tentang aku, ambisiku, kekayaanku, kehangatanku, ketenanganku, dan semuanya yang bagiku mendatangkan kenikmatan.... aku tak mau melihat mereka yang susah. susah untuk sekedar makan, susah untuk sekedar tidur, bagiku hidup hanya sementara, hidup hanya untuk berfikir bagiamana hatiku senang merasakan kesemtaraan ini. esok, terserah. aku tak peduli.


sejauh apapun matahari, pasti akan ku kejar. tak peduli pada celoteh ombak itu, bagiku matahari penting. entah bagi ombak sialan yang hanya menampung makhluk lemah. aku tak mau sadar, usai dari segala kenikmatan ini. bila perlu akan ku beli kenikmatan ombak pengecut itu. berapapun harganya. Tuhan, camkankan, aku kan mendapatkan matahari yang sementara dan cahaya yang abadi kelak di syurga...


lain halnya dengan burung di angkasa, mereka berteriak: " hei manusia laknat, kenapa kau tak gubris ungkapan ombak. kau ini bodoh, kau tak sadar dan mungkin tak akan menyedari elemen penting dalam hidupmu. kau lupakan matahati yang ada dalam dirimu. kau lupakan segalanya. matahtimu, tertutup oleh embun-embun sejuk yang menyengat. kau tertikam, tertipu dan mungkin terbunuh oleh embisi kuasamu. dasar bodoh. di antara semua makhluk-Nya hanya kau, manusia laknat yang diberi anugerah merasakan matahatimu. aku pun sama, insting seidkit dalam dirku kugunakan untuk memperhatikan keinginan makhluk lain. ragaku memang bisa terbang, tapi hatiku terpenjara oleh kerakusanmu... sadarlah"


oke, aku katakan padamu burung :" enyahlah dari hadapanku, jangan pedulikan aku. sedikitpun aku tak mau mendengar celotehan busukmu. aku tahu kau emmang makhluk yang tak tahu diri. mathati ini adalah milikku, kau tak punya kuasa untuk mengawasi gerik hati ini. mingirlah, akan ku terbangkan matahati ini demi sebuah pergulatan ketenangan antara aku dan tuhanku..."


kini, matakakiku berkata :"jangan bawa diriku melangkah ke neraka dunia. aku hanya ingin bersembah sujud pada yang kuasa yang telah memberikan penglihatan pada setiap jejak langkah yang aku torehkan. manusia, jangan bawa aku pada urusanmu yang begitu menikam kesadaranku. aku hanya ingin mengabdi pada hidup, dunia dan segala potensi di dalam nya. aku hanya ingin menjadi tuna dalam diriku. tak peduli dirimu mempunyai tuhan lainnya."